18 Desember 2008
Ucapan GM Pelindo Sulut Emosi
IMRAN Iskandar, GM Pelindo cabang Dumai tiba-tiba jadi sorotan. Sejumlah aktivis LSM dan kalangan penulis berita menjadikannya sebagai ‘musuh bersama’. Pangkal bala kemarahan itu bermula dari beredarnya rekaman ucapan Imran dalam pertemuan dengan perwakilan karyawan Primer Koperasi Karyawan Maritim (Primkokarmar) yang notabene bernaung di bawah Pelindo I Cabang Dumai.
Dalam rekaman yang telah beredar luas di kalangan aktivis LSM dan wartawan di Kota Dumai, Imran berucap, "Jika ingin menjadi preman lebih baik keluar sebagai karyawan Primkokarmar dan bekerja sebagai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau wartawan, lalu lakukan kritikan terhadap sistem manajemen PT Pelindo. Mau preman-preman, you tidak cocok di koperasi. Kalau mau preman-preman, you kerja LSM lah sebut ke pak Sihite saja, kalau you suka kerja di LSM, wartawan, keluar aja di pelabuhan, baru hantam-hantam kita, hantam kalau Pelindo ini begini, korupsi apa semua."
Mendengar rekaman itu, sontak aktivis LSM dan wartawan meradang. Ucapan Imran dinilai mengandung unsur pelecehan dan penghinaan profesi. Tidak ada angin, tidak ada badai, Imran Iskandar menyamaratakan preman dengan LSM dan wartawan.
Secara sadar atau tidak, Imran jelas telah menyulut api permusuhan. Para wartawan berang, dan kalangan aktivis LSM juga meradang. Stempel preman yang dilekatkan petinggi Pelindo Dumai kepada kalangan aktivis LSM dan jurnalis itu telah menorehkan kekecewaan. Apalagi itu keluar dari mulut seorang General Manager yang notabene berasal dari pejabat pilihan.
Mungkin tak perlu diajarkan lagi. Tapi, sebagai pejabat publik yang baik, Imran Iskandar semestinya tidak mengeluarkan pernyataan secara serampangan. Prinsip berpikir sebelum bicara mungkin bisa diterapkan. Dengan begitu, saat pernyataan dikeluarkan tidak ada orang yang merasa dirugikan. Ibarat kata pepatah, mulut mu harimau mu. Jangan tebar kebencian karena ucapan yang asal-asalan.
Anehnya, baik Imran Iskandar maupun Sihar Sihite selaku Manager Umum, saat dikonfirmasi wartawan justru membantahnya. Imran bilang tak merasa pernah mengucapkan kalimat itu. Kalau pun ada, katanya, mungkin ada yang memanas-manasi situasi. Sihite pun juga demikian. Dia yang hadir dalam pertemuan itu juga mengatakan tak ada GM Pelindo Dumai itu berucap menghina LSM dan wartawan.
Sekarang, nasi telah jadi bubur. Bagaimanapun Imran dan anak buahnya Sihite berupaya membantahnya, rekaman pembicaraan itu sudah tersimpan di ponsel para aktivis LSM dan wartawan.
Dalam kemarahan aktivis LSm dan wartawan, ternyata masih ada tolak angsurnya. Imran hanya disuruh untuk MINTA MAAF secara terbuka di media terbitan Riau. Tapi bila ini tidak dilakukan Imran dan tetap bertahan tidak pernah berucap hal itu, sejumlah LSM dan organisasi wartawan akan bersiap membuat pengaduan. Kalau sudah begini, muaranya cuma satu, bertemu di Pengadilan Negeri.
Yakinlah, jika ini yang terjadi, ucapan Imran yang hanya sekali di hadapan perwakilan karyawan Primkokarmar itu akan dimuat berkali-kali oleh media terbitan Riau. Minimal setiap sidang berlangsung. Mungkin inilah yang disebut hukuman publik. (almudazir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar