17 Desember 2008
Demokrasi dan Fenomena Pemimpin Muda
Pada dasarnya, munculnya calon-calon pemimpin muda bukanlah hal yang sulit, apabila demokrasi prosedural bisa kita tanggalkan. Karena demokrasi kita sekarang ini sedang tumbuh dan berkembang (transisi) untuk menuju suatu tatanan demokrasi yang lebih terkonsolidasi (sistem politik yang stabil). Dalam kenyataannya sekarang dalam sistem politik kita kecil kemungkinan bisa melahirkan peluang munculnya pemimpin muda. Beberapa indikasi diantaranya adalah masih subur dan berkembangnya oligarki partai, tidak meggunakan mekanisme konvensi dalam rekruitmen calon presiden dan masih dominannya pendiri dan elit pengurus tertentu dalam mengendalikan dan mengambil suatu kebijakan dalam ruang lingkup partai. Makna pemimpin disini juga harus dipahami bukan saja dalam pengertian pemimpin politik, bahkan makna pemimpin dalam ranah politik juga bukan sebatas presiden ataupun wakil presiden. Namun lebih jauh, menurut hemat saya pemimpin itu bisa dimaknai dalam berbagai bidang kehidupan, apakah itu bidang ekonomi, akademisi, sosial budaya, atau lingkungan.
Tren dunia menunjukkan peran kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi sangat dominan, misalnya dalam bidang industri yang berbasis IT telah berdampak pada siklus suatu produk menjadi makin cepat. Oleh karenanya dalam tren dan kecenderungan global seperti sekarang ini hanya produk-produk yang berhasil menggabungkan unsur kecepatan (speed), inovasi dan kreatifitaslah yang akan bisa menguasai pasar dan diterima oleh konsumen. Dalam bidang ekonomi dan bisnis maupun tren pemimpin politik dunia orang mengetahui bahwa diberbagai belahan dunia baik negara maju maupun negara berkembang menunjukkan tren lahirnya pemimpin muda sudah tidak terelakkan lagi.
Fenomena dan kecenderungan lahirnya pemimpin muda dibeberapa negara misalnya Kevin Ruud (australia), JP. Balkenende (Belanda), Jhon Key (PM Selandia Baru), Medvedew (Rusia),Barack Obama(AS) dan Abhisit Vejjajiva, yang baru terpilih menjadi PM Thailand harus kita pahami sebagai “tamsil” atau tanda-tanda alam yang mengisyaratkan bahwa pelaku perubahan yang sesuai dengan tuntutan zaman adalah pemimpin muda, atau paling tidak formulasi dan kombinasi antara mereka yang mempunyai basis pengalaman dengan ditopang oleh kebutuhan akan perlunya kecepatan, kreatifitas dan keberanian inovasi untuk keluar dari mainstream yang ada.
Secara historis negeri ini pernah dikomandani dwi tunggal Soekarno-Hatta yang berusia bukan kepala enam. Jadi, munculnya tokoh-tokoh muda untuk menjadi pemimpin nasional hanya ditentukan oleh peluang yang ada. Hanya saja disadari atau tidak figuritas masih menjadi senjata ampuh bagi partai-partai politik di Indonesia. Bahkan, penciptaan sistem kaderisasi secara terpadu di masing-masing parpol masih merupakan pekerjaan besar.
Memang amat ironis jika pemberian ruang terhadap munculnya tokoh-tokoh muda dalam partai politik di negeri ini amatlah minim. Di (sebagian) parpol adanya tokoh-tokoh muda yang bersikap kritis dan terlihat membawa pemikiran-pemikiran baru sering kali mengalami penyumbatan dari kalangan tua. Tanpa mendikotomikan kepemimpinan kaum muda dan kaum tua peluang kaum muda tampil juga amat ditentukan oleh kecerdasan bangsa ini dalam membaca tren utama dan kecenderungan global diberbagai belahan dunia yang hingga kini kian menjadi keniscayaan zaman.
Pada Pemilu 2009, pemilih dari kalangan muda cukup besar, fakta menunjukkan bahwa berdasarkan proyeksi dari BPS tahun 2005, jumlah penduduk muda (usia dibawah 40 tahun) sekitar 95,7 juta jiwa pada tahun 2009. Jumlah tersebut setara 61,5 % dari 189 juta penduduk usia pemilih. Diantara penduduk usia muda sejumlah 21.341.100 (22,3%) adalah mereka yang pada tahun depan berusia 22-29 tahun. Sedangkan potensi kelompok pemilih pemula usia 17-22 tahun mencakup kurang lebih sekitar 36 juta atau 19 % dari jumlah penduduk kategori pemilih. Potensi suara pemilih muda inilah yang patut diperhitungkan oleh partai politik. Hasil jajak pendapat kompas (Kompas 24/11/2008) menunjukkan bahwa antusiasme kelompok responden usia dibawah 40 tahun lebih tinggi ketimbang kelompok usia yang lebih mapan. Sebanyak 67,08 persen responden dibawah 40 tahun menyatakan akan memberikan suaranya pada salah satu partai peserta pemilu. Hanya 7,66 persen yang menyatakan sebaliknya.
Antusiasme pemilih muda ini mestinya bisa menjadi bahan bagi partai politik untuk menyusun strategi guna membidik kelompok usia muda yang merupakan mayoritas dari jumlah pemilih. Demikian juga responden pada kelompok pemilih pemula lebih terbuka pada kemunculan partai politik baru. Sebanyak 46,23 persen responden yang berada dalam rentang usia 17-22 tahun menyatakan berminat untuk memilih partai baru. Hemat saya ini merupakan indikasi awal munculnya peluang yang cukup menggembirakan bagi kemunculan calon pemimpin muda di Indonesia.
Menempatkan konteks Pemilu 2009 dalam tatanan dunia yang berubah adalah sisi krusial yang akan menentukan masa depan Indonesia dalam percaturan internasional. Problem mendasarnya adalah bagaimana mencari pemimpin yang bisa menempatkan posisi Indonesia secara strategis, diantara kekuatan idiologis dan ekonomi baru dunia. Menguatnya posisi negara Afrika dalam percaturan ekonomi, konsolidasi sosialisme baru di Amerika Latin, kembalinya rezim pemusatan kekuatan Rusia, menguatnya idiologi kedaulatan negara seperti Iran, dominasi Uni Eropa atas mata uang dunia, dan tumbuh kembangnya raksasa baru ekonomi China dan India, merupakan tantangan yang mestinya menginspirasi kepada kepemimpinan Indonesia 2009.
Nah, kapan kaum muda memimpin? Hanya kaum muda sendirilah yang berhak menjawabnya. Kaum muda sarat dengan kemungkinan untuk lebih berprestasi, kreatif, progresif, dan inovatif di dalam menyelesaikan permasalahan aktual Indonesia untuk berhadapan dengan karakter konservatif, regresif, bahkan antidemokrasi para pemimpin tua.
Sebagai tips untuk Parpol dalam mengusung calon pemimpin bangsa ini, hendaknya janganlah terjebak hanya pada aspek popularitas (entertainment politic), namun yang lebih penting adalah mempelajari rekam jejak (track record) calon yang akan diusungnya. Selain issue kewilayahan, aspek representasi generasi juga penting diperhatikan, disamping itu untuk mendapatkan figur calon pemimpin nasional yang ideal sudah seharusnya aspek figur, mesin politik, akseptibilitas dan juga barangkali menjadi tuntutan dalam menjawab tantangan kedepan adalah berwawasan kebangsaan dan pengalaman dalam kancah internasional. Wallahu’aklambisawwab. (Oleh : IRMAN GUSMAN SE MBA)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar