15 Desember 2008
AIDS Tak Pandang Usia
ACQUIRED Immune Deficiency Syndrome (AIDS) terus mengancam kehidupan manusia. Penyakit mematikan yang diduga berasal dari Afrika ini telah menjada wabah dunia. Walau tiap 1 Desember, ribuan, jutaan mungkin miliaran orang turun ke jalan menyerukan Anti AIDS guna memperingati Hari AIDS Sedunia, tapi penyakit yang berasal dari virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) tak juga terhentikan laju penyebarannya. Virus yang menurunkan kekebalan pada tubuh manusia ini terus tumbuh, tumbuh dan menyebar tanpa pandang usia. Sudah ribuan anak tak berdosa (baca, baru lahir) terserang penyakit yang menular melalui air susu ibunya.
Depkes memperkirakan, pada tahun 2006 ada 169.000-216.000 orang berusia 15-49 tahun di Indonesia yang terinfeksi HIV. Namun pada akhir Maret 2008, hanya ada 17.998 kasus dilaporkan oleh Depkes, dengan 11.868 sudah sampai ke stadium AIDS dan 2.486 sudah meninggal dunia.
Pada Januari 2006, UNAIDS bekerjasama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkirakan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia (wikipedia.com).
Rasanya, hampir seluruh sektor instansi pemerintahan, swasta, LSM, ormas dan mahasiswa ikut menyerukan bahaya AIDS. Ustad di masjid, TNI dan Polri juga ikut mensosialisasikannya. Tapi faktanya, oknum-oknum dari kelompok yang ikut berteriak itu ternyata juga terlibat. Nah, dari manalagi harus memulai untuk memberi kabar petakut pada masyarakat akan penularan penyakit ini?
Sentuhan kekuasaan telah dilakukan pemerintah bersama TNI/Polri dengan menggelar berbagai razia. Sentuhan moral dan agama telah disuarakan oleh para ustad dan ulama. Himbauan dan peringatan juga telah dikibarkan oleh para LSM, Ormas dan mahasiswa dengan turun ke jalan membawa berbagai spanduk dan selebaran. Namun tetap saja tak mangkus. AIDS/HIV terus saja menyebar memasuki lorong-lorong perumahan rakyat tanpa memandang kaya dan miskin, pangkat atau golongan. Apalagi hingar bingar bar dan music room serta hiruk pikuk lokalisasi makin tak terkontrol.
Penyebaran virus HIV semakin parah oleh keterikatan akan aturan HAM. Ketika seseorang diketahui terjangkit, namanya justru dirahasiakan dengan alasan takut melanggar HAM. Tapi yang sangat mengecewakan, pengawasan terhadap penderita itu tidak dilakukan. Akibatnya, mereka bebas pergi kemana saja, serta berpotensi menularkan pada siapa saja. Motifnya bisa saja dendam dan ingin punya teman sesama penderita atau juga mungkin ada faktor-faktor lain yang membuat dia tak bisa membunuh hasratnya untuk berhubungan dengan wanita atau pria lain. Ini bahaya.
Artinya, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) atau dinas instansi terkait sudah saatnya membuat terobosan besar atau mungkin rekruitmen besar-besaran untuk memantau ruang gerak penderita AIDS yang hidup di tengah masyarakat. Atau mungkin ada cara lain yang lebih pungkas, agar seseorang yang diketahui terjangkit langsung diisolasi. Bila penderita tetap dirahasiakan namun tidak dilakukan pengawalan, justru penyakit ini akan terus jadi ancaman. Percayalah.(almudazir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar