14 Desember 2008
Dalih RAPP
PLT Bupati Pelalawan menemui karyawan PT RAPP yang terancam PHK dalam aksi demo beberapa waktu lalu (foto: nolpitos/Pelalawan)
INNALILLAHI wainnailaihirojiun. Kalimat duka itu tampaknya pantas ditujukan kepada dua ribu pekerja pabrik kertas dan pulp PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) yang akan terpaksa beralih profesi jadi pengangguran. Sejak pekan lalu mereka diancam hengkang dari industri besar yang selama ini tampak sehat dan berkibar-kibar itu.
Jika setiap pekerja memiliki seorang isteri dan satu anak, berarti ada enam ribu mulut yang kini tak bisa lagi diisi kebutuhannya dari pabrik itu. Dampaknya tentu saja merembet ke pedagang serta penjual jasa lainnya yang selama ini mengandalkan pendapatan dari penghasilan para pekerja itu.
Ironis, memang. Sebagai perusahaan yang begitu kuat dan maha raksasa, RAPP ternyata dalam sekejap saja bisa kelimpungan, sehingga terpaksa harus memberhentikan ribuan karyawannya.
Olengnya perusahaan milik taipan Soekanto Tanoto ini tentu saja menjadi bahan pembicaraan banyak pihak. Apalagi, seperti diungkapkan manajemen RAPP, mereka terpaksa memberhentikan pekerja bukan hanya karena lesunya ekonomi global pada saat ini. Tapi disebabkan mesin mereka yang berkapasitas maha besar kekurangan bahan baku untuk diolah menjadi bubur kertas.
Secara logika sederhana, alasan pengaruh lesunya ekonomi global masih bisa diterima akal sehat. Namun, jika dikatakan perusahaan yang rakus kayu itu sampai kekurangan bahan baku, hal ini menimbulkan suatu pertanyaan yang menggelitik.
Pasalnya, di tengah kelesuan ekonomi global saat ini, otomatis permintaan akan pulp dan kertas menjadi berkurang. Buktinya, ada yang mengatakan pulp dan kertas kita saat ini banyak yang menumpuk di gudang maupun di pelabuhan. Dengan asumsi seperti itu, rasanya terlalu naif jika RAPP menjadikan kekurangan bahan baku sebagai alasan untuk mem-PHK-kan ribuan karyawannya.
Lebih terasa aneh lagi, karena hal ini juga dijadikan RAPP sebagai bargaining position untuk menekan pemerintah agar mengizinkan mereka memakai kayu alam sebagai bahan baku. Tak kalah serunya, RAPP juga meminta agar kayu mereka yang disita polisi karena diduga sebagai hasil illegal logging, bisa mereka manfaatkan lagi.
Jika hal ini sampai terjadi, maka tudingan polisi bahwa perusahaan ini telah melakukan pencurian kayu, atau setidaknya memanfaatkan kayu hasil illegal logging, dengan sendirinya akan terpatahkan.
Dengan kata lain, hal ini juga akan menyebabkan beberapa petinggi RAPP yang telah dinyatakan polisi sebagai tersangka, bisa dianulir kesalahannya. Siapa tahu pula, skenario ini sengaja dilakukan untuk menyelamatkan petinggi-petinggi RAPP lainnya – seperti Soekanto Tanoto – yang secara tanggung-renteng bisa pula terseret-seret dalam kasus ini.
Maka, kita mengacungkan jempol kepada pihak kepolisian yang tampaknya tak bergeming dengan ancaman maupun tindakan RAPP yang telah memberhentikan dua ribu pekerja. Sebab, pengrusakan hutan itu tak hanya akan menyengsarakan anak cucu kita saja, tapi juga akan berdampak sangat besar bagi kelestarian bumi tercinta ini.
Sudah selayaknya kita secara bahu-membahu menyelamatkan hutan kita yang sempat diporakporandakan pihak-pihak tertentu dengan alasan demi kepentingan pembangunan itu. Aparat pemerintah juga jangan sampai ragu-ragu bertindak jika mendapat ancaman perusahaan yang diduga menjadikan pekerja sebagai dalih untuk memuluskan upaya mereka merusak kelestarian lingkungan. Sebab, Yang Maha Kuasalah yang menentukan rezeki para pekerja yang dipecat itu. Bukan perusahaan tempatnya bekerja. (irwan E Siregar)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar