25 November 2008

Menguji ‘Nyali’ SBY-JK Mem-Balik-kan Sejarah

RENCANA Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla (SBY-JK) menurunkan harga bahan Bakar Minyak (BBM) berkisar Rp 500-800 per liter, jadi buah bibir di tengah masyarakat. Kenapa tidak, bila ini betul-betul terjadi, artinya SBY-JK telah membuat sejarah baru di republik ini yaitu BERANI MENURUNKAN HARGA. Faktanya, semasa kepemimpinan lima presiden terdahulu, mulai dari Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid hingga Megawati Soekarnoputri, yang ada hanya kenaikan harga. Rakyat jelata hanya bisa menerima, sebab protes pun tak ada gunanya. Penguasa tetap teguh dengan pendiriannya. Sama halnya ketika SBY-JK melakukan manuver dengan menaikkan harga BBM lebih 30 persen di awal 2008 lalu. Sekarang rakyat menanti langkah berikutnya, apakah nyali melakukan manuver menaikkan harga BBM yang dimiliki SBY-JK akan sama dengan saat akan menurunkannya. Sebab, berangkat asumsi harga minyak dunia di APBN sudah jauh dari terpenuhi. Sejak sepekan lalu harga minyak dunia sudah jatuh ke level di bawah 60 dolar AS per barel. Dengan angka ini, maka harga pokok penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) diperkirakan bisa di bawah Rp 5000 per liter. Artinya, dengan hitungan kasar seperti itu sudah tidak ada lagi tanggungan subsidi pemerintah, sebab harga jual saat ini BBM jenis premium bersubsidi saat ini Rp 6.000 per liter dan solar Rp 5.500 per liter. Nah, dengan hitungan-hitungan kasar itu, seharusnya pemerintah tak takut lagi menurunkan BBM. Walau harga minyak dunia 2009 diprediksi masih berfluktuasi di kisaran 50-80 dolar AS per barel, namun tetap diyakini akan tetap bermain di angka rata-rata sebesar 65 dolar AS per barel. Dengan nilai rata-rata tersebut, biaya pokok penyediaan BBM hanya sekitar Rp 5.000 per liter. Karena itu, dinilai wajar harga BBM diturunkan, walau ini tak pernah dilakukan presiden terdahulu. SBY-JK tidak mungkin tidak tahu sakit yang di derita rakyat saat kenaikan BBM lalu. Saat itu, kenaikan BBM memang hanya sekitar 30 persen, tapi kenaikan semua harga kebutuhan pokok rata-rata melebihi angka itu. Kalau rata-rata kenaikan 9 kebutuhan pokok 20 persen, bila dikali 9 maka yang dirasakan rakyat sebagai akibat dari kenaikan BBM itu mencapai 180 persen. Itu baru imbas dari kenaikan 9 kebutuhan pokok. Patokan yang diambil pun baru kenaikan 20 persen, padahal faktanya kenaikan ada yang mencapai 50 sampai 80 persen. Tahukah SBY-JK penderitaan itu? Jadi tak ada alas an lagi, BBM harus diturunkan. Apalagi bila dikaitkan dengan Pemilu yang tinggal hitungan bulan. Bila penurunan itu tidak terjadi, janji SBY-JK tak terpenuhi, maka diyakini pada pilpres nanti SBY-JK akan kehilangan taji. Kita lihat saja! (almudazir)

Tidak ada komentar: