05 Agustus 2010

Harian Riau Pesisir Kamis 5 Agustus 2010

Korupsi Riau Masuk 5 Besar

* Semester I Tahun 2010 Ditemukan 176 Kasus Korupsi * Hasil Investigasi ICW di Seluruh Daerah di Indonesia * SBY Minta Pemberatasan Korupsi Tanpa Pandang Bulu JAKARTA (RIAU) - Korupsi belum menjauh dari Indonesia. Wabah korupsi terus menjangkiti provinsi-provinsi hingga kabupaten/kota di tanah air. Umumnya, sektor yang dikeruk oleh para pelaku korupsi adalah sektor keuangan daerah atau APBD. Keuangan daerah menyumbang potensi kerugian negara terbesar yakni, Rp596,232 miliar. Berdasarkan hasil investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2010 semester I ini, korupsi justru terus mengalami peningkatan. Selama periode 1 Januari - 30 Juni 2010 ditemukan 176 kasus korupsi yang terjadi di level pusat maupun daerah. Tingkat kerugian negaranya pun mencapai Rp2,102 triliun. Menurut Koordinator Divisi Investigasi Publik ICW, Agus Sunaryanto dalam keterangan persnya di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (4/8/10), Provinsi Riau masuk dalam 5 besar kasus korupsi yang terbanyak merugikan Negara. Potensi kerugian negara dengan jumlah paling besar terjadi pada kasus-kasus yang terjadi di DKI Jakarta, sebesar Rp709,514 miliar dengan 12 kasus. Diikuti Lampung sebesar Rp408,382 miliar (7 kasus), NAD sebesar Rp 275,1 miliar (14 kasus), Maluku sebesar Rp118,875 miliar (6 kasus), dan Riau potensi kerugian negaranya mencapai Rp117,75 miliar (3 kasus). Oleh karena itu, kata Agus, dalam mengantisipasi meningkatnya pengerukan anggaran keuangan di tiap provinsi, perlu peningkatan kapasitas DPRD dalam fungsi pengawasan APBD. "Selain itu, perlu ada peningkatan pengawasan menjelang peristiwa-peristiwa politik daerah," tambahnya. Beberapa kasus APBD dengan potensi kerugian negara sangat besar selama 2010, diantaranya: kasus pembobolan kas daerah Aceh Utara (Rp220 miliar), kasus korupsi APBD di Indragiri Hulu (Rp116 miliar), kasus korupsi kas daerah di Pasuruan Jawa Timur (Rp74 miliar), dan kasus dana otonomi daerah di kabupaten Boven Digoel (Rp49 miliar). Untuk perbandingan, tahun 2009 semester I sebanyak 86 kasus dengan tingkat kerugian negara mencapai Rp1,7 triliun. "Tingkat korupsi semester I tahun ini meningkat sekitar 50 persen dibanding semester I tahun 2009," kata Agus. Jumlah pelaku korupsi yang telah ditetapkan sebagai tersangka di semester I tahun ini sebanyak 441 orang. Sedangkan tahun lalu sebanyak 217 orang sudah menyandang status tersangka. Pelaku korupsi yang menempati peringkat tertinggi diduduki oleh swasta dengan latar belakang komisaris maupun direktur perusahaan sebanyak 61 orang. Empat pelaku tertinggi lainnya yakni, kepala bagian (56 orang), anggota DPRD (52 orang), karyawan atau staf di pemerintah kabupaten/kota (35 orang) dan kepala dinas sebanyak 33 orang. Jika dibanding tahun 2009 semester I, menunjukkan ada pergeseran pelaku korupsi dengan peringkat pertama anggota DPR/DPRD (63 orang). "Keterlibatan aktor dari DPR dan DPRD tetap harus diwaspadai meski keterlibatannya menurun," ucapnya. Provinsi yang menempati jumlah kasus paling banyak adalah Sumatera Utara dengan 26 kasus. Empat besar dibawahnya yaitu, Jawa Barat (16 kasus), DKI Jakarta dan kasus yang terjadi pada pemerintah pusat (16 kasus), Nanggroe Aceh Darussalam (14 kasus), dan Jawa Tengah (14 kasus). Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan, upaya pemberantasan korupsi harus tetap berlanjut, meski kadang aktivis antikorupsi mendapatkan ancaman dan kekerasan. “Apapun tantangan, rintangan, dan ancaman yang dialami oleh semua yang menjalankan tugas pemberantasan korupsi, misi besar ini harus tetap berlanjut,” ycap SBY Kepala Negara menegaskan, pemberantasan korupsi adalah kegiatan mulia yang berguna untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Lantaran itu, ia berharap semua pihak bekerjasama untuk mengungkap setiap kasus hukum. SBY meminta semua lembaga penegak hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, KPK, dan Mahkamah Agung, serta semua lembaga terkait untuk mengutamakan kerjasama dan menghindari upaya saling melemahkan. “Harus saling bekerjasama dan bersinergi,” ujarnya. Selain itu, Presiden menyatakan, semua kasus harus diselesaikan menggunakan mekanisme hukum yang berlaku. Satu-satunya alat untuk menyatakan kesalahan atau kebenaran seseorang adalah hukum. “Salah atau tidak salah harus setelah melalui proses hukum,” tegas Presiden. Presiden SBY punya lima resep berantas korupsi, yakni komitmen yang tinggi dari pemerintah, berantas korupsi tanpa pandang bulu termasuk terhadap pejabat publik, transparansi dan akuntabilitas di semua sektor, peningkatan upaya cegah korupsi, dan semangat tidak menyerah terhadap dampak korupsi. Bahkan, ujar SBY selama masa pemerintahannya lebih dari 100 pejabat publik termasuk bupati, walikota, gubernur yang diduga terlibat kasus korupsi, telah disidik sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. (vnc/dtc/mnc/ald) Kerugian Negara Terbesar DKI Jakarta Rp709,514 miliar (12 kasus) Lampung Rp408,382 miliar (7 kasus) NAD Rp 275,1 miliar (14 kasus) Maluku Rp118,875 miliar (6 kasus) Riau Rp117,75 miliar (3 kasus) Korupsi APBD Terbesar 2010 Kasus pembobolan kas daerah Aceh Utara (Rp220 miliar) Kasus korupsi APBD di Indragiri Hulu (Rp116 miliar) Kasus korupsi kas daerah di Pasuruan Jawa Timur (Rp74 miliar) Kasus dana otonomi daerah di kabupaten Boven Digoel (Rp49 miliar) Pelaku Korupsi Tertinggi Komisaris/Direktur Perusahaan (61 orang) Kepala Bagian (56 orang) Anggota DPRD (52 orang) Staf di Pemerintah Kabupaten/Kota (35 orang) Kepala Dinas (33 orang) Sektor Kerugian Negara Terbesar Keuangan Daerah/APBD Rp596,232 miliar (38 kasus) Perizinan Rp420 miliar (1 kasus) Pertambangan Rp 365,5 miliar (2 kasus) Energi/listrik Rp140,8 miliar (5 kasus) Modus yang Banyak Dilakukan Penggelapan (62 kasus) Mark up (52 kasus) Proyek fiktif (20 kasus) Penyalahgunaan anggaran (18 kasus) Suap (7 kasus). (sumber: Indonesia Corruption Watch)

04 Agustus 2010

Gubri Rusli Curhat pada Komisi VII DPR

* Keluhkan Masalah Listrik, Lingkungan dan Pajak PEKANBARU (RIAU) – Gubernur Riau HM Rusli Zainal curhat pada anggota Komisi VII DPR RI. Dalam paparannya dalam rapat dengar pendapat dengan 22 anggota komisi yang membidangi Energi Mineral dan Lingkungan, gubri mengeluhkan masalah listrik, lingkungan hidup dan perpajakan. Terlihat hadir dalam acara tersebut, Ketua DPRD Riau Djohar Firdaus, Sekdaprov Riau Wan Syamsir Yus dan seluruh kepala badan, kepala dinas dan kepala bidang satuan kerja di lingkungan Pemprov Riau, termasuk GM PT PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau Oman Sumantri. Kegiatan dengar pendapat diawali dengan pemaparan beberapa permasalahan di Riau dan potensi yang dimiliki oleh provinsi Riau. Termasuk mengenai masalah kelistrikan yang ada di Riau, masalah lingkungan terutama mengenai pembalakan liar maupun kebakaran hutan. Juga masalah ilmu pengetahuan dan tehnologi serta permasalahan penerimaan pajak untuk Riau yang dinilai cukup kecil dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sumatera. Gubernur Riau HM Rusli Zainal dalam pemaparannya menyatakan bahwa banyak sekali kendala pada masalah kelistrikan di Riau. Dari defisitnya pasokan arus listrik, tidak adanya pembangkit cadangan ketika pembangkit utama tengah maintenance, serta mengenai elektrisasi di Riau yang terbilang cukup rendah. Data menunjukkan bahwa dari beberapa kabupaten/kota di Riau, Kuansing, Inhil dan Pelalawan menjadi sorotan. Pasalnya, dari ratusan ribu penduduk di Inhil, saat ini hanya 25.715 rumah saja yang sudah teraliri listrik. Tingkat elektrisasinya hanya sebesar 16,43 persen. Hal senada juga terjadi di Pelalawan. Dari ratusan ribu jumlah penduduk Pelalawan, hanya 9.637 rumah warga saja yang teraliri listrik. Elektrisasinya hanya sebesar 18,84 persen. Tidak beda jauh dengan 2 kabupaten tersebut, di Kabupaten Kuansing baru 13.804 rumah yang teraliri listrik. Sisanya hingga kini masih belum tersentuh listrik. Tingkat elektrisasi di Kabupaten 'Pacu Jalur' itu hanya sebesar 22,86 persen. "Padahal, potensi kelistrikan di Riau cukup besar. Seperti potensi batu bara sebagai bahan baku listrik mencapai 2 juta ton. Untuk potensi gas di Riau juga cukup besar. Jumlah gas yang dikelola oleh Kalila saja mencapai 300 MMSCFD. Sedangkan potensi gas yang dikelola oleh PT Kondur mencapai 77 MMSCFD. Itu belum termasuk potensi listrik untuk pembangkit tenaga air. Dimana Riau memiliki 4 sungai besar yang siap dimanfaatkan untuk PLTA. Yaitu sungai Kuantan, sungai Kampar Kiri, sungai Rokan Kiri dan sungai Rokan Kanan," terang Gubri. Selain masalah kelistrikan di Riau yang perlu pembahasan lebih mendalam, masalah lingkungan juga menjadi sorotan pada dengar pendapat tersebut. Paparan mengenai masalah lingkungan di Riau dilaksanakan langsung oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Riau, Fadrizal Labay. Dalam paparannya, Fadrizal Labay mengatakan bahwa kendala utama dalam masalah lingkungan di Riau adalah masalah kebakaran lahan. Kebakaran lahan di Riau sudah terjadi sejak beberapa tahun belakangan ini. Penyebabnya, selain disengaja untuk pembersihan lahan, juga ada faktor ketidak sengajaan. Data BLH Riau menunjukkan bahwa sepanjang tahun 1997-2009 tercatat jumlah lahan di Riau yang mengalami kebakaran seluas 147.572 hektar. Untuk kawasan perkebunan, lahan yang terbakar mencapai 45.863 hektar. Untuk kawasan HTI, jumlah lahan yang terbakar seluas 17.268 hektar. Untuk kawasan eks HPH, jumlah lahan yang terbakar adalah seluas 8.225 hektar dan untuk kawasan APL luas lahan yang terbakar mencapai 57.836 hektar. "Kebakaran juga seringkali terjadi di lahan gambut yang sudah menjadi gambut kering karena pembukaan gambut dengan pola kanalisasi. Potensi luas lahan gambut di Riau mencapai 5,7 juta hektar," terangnya. Sementara itu, Komisi VII DPR-RI yang dipimpin langsung ketua Tim, Zainuddin Amali yang juga sebagai wakil ketua Komisi VII DPR-RI, juga dibahas mengenai masalah pajak. Terungkap bahwa Riau menghasilkan pajak sebesar Rp 111 triliun. Namun yang kembali ke Riau hanya sebesar Rp 274 milyar. Jumlah tersebut menjadi jumlah terkecil dibandingkan dengan pengembalian pajak ke provinsi lainnya di Sumatera. Untuk Sumbar, pajak yang kembali ke provinsi Sumbar mencapai Rp 680 milyar. Sedangkan di Bengkulu jumlah pajak yang kembali ke provinsi mencapai Rp 500-an milyar. Terkait dengan pemaparan berbagai permasalahan di Riau tersebut, anggota Komisi VII DPR-RI daerah pemilihan Riau dari partai Golkar, Arsyad Juliandi Rachman mengatakan bahwa pihaknya sudah memahami permasalahan di Riau. Untuk itu, hasil dengar pendapat ini akan dibawa ke pusat untuk disampaikan ke pemerintah pusat. "Kita akan membawa hasil dengar pendapat ini ke pemerintah pusat. Kita juga akan menyampaikan masalah di Riau ini ke departemen terkait agar masalah tersebut bisa mendapatkan solusinya," terangnya. Disinggung mengenai kegiatan Komisi VII DPR-RI selanjutnya di Riau, Andi Rachman mengatakan bahwa besok, rombongan Komisi & DPR-RI akan berkunjung ke IKPP dan RAPP serta Cevron. (rtc)

Yopi Arianto Terima Penghargaan MURI

* Sebagai Bupati Termuda di Indonesia * Gubri Lantik Yopi-Harman Sebagai Bupati-Wabup Inhu INHU (RIAU) – Pelantikan Yopi Arianto SE– H Harman Harmaini SH MM sebagai Bupati dan Wakil Bupati Indragiri Hulu dalam sidang paripurna istimewa DPRD Inhu di Pematang Reba, Rengat, Selasa (3/8/10) menjadi lebih bermakna. Usai dilantik oleh Gubernur Riau HM Rusli Zainal, Museum Rekor Indonesia (MURI) menyerahkan penghargaan pada Yopi sebagai Bupati Termuda di Indonesia. Saat dilantik, Yopi baru berumur 30 tahun 4 bulan, kurang 7 hari. Putra politisi senior Partai Golkar Riau Sugianto tersebut lahir di Rengat pada 10 April 1980. Kehadiran Yopi sebagai bupati, mematahkan rekor Rusdi Masse, Bupati Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan yang lahir pada 3 Maret 1973 atau lebih tua 13 tahun dari Yopi. Fakta ini dicatat Museum Rekor Indonesia (MURI). Karena itu MURI memberikan penghargaan kepada Yopi sebagai bupati termuda di Indonesia. Penghargaan dari MURI diserahkan sesaat setelah ia dilantik. Perwakilan MURI, J. Nardi diberi kesempatan menyerahkan penghargaan MURI kepada Yopi Arianto saat prosesi pelantikan akan ditutup dengan pemberian ucapan selamat. Sebelumnya, Gubernur Riau HM Rusli Zainal bertindak atas nama Mendagri Gamawan Fauzi melantik Yopi Arianto dan Harman Harmaini. Keduanya resmi jadi Bupati dan Wakil Bupati Inhu periode 2010-2015. Turut hadir dalam pelantikan tersebut Ketua DPRD Riau Johar Firdaus, mantan Bupati Inhu Mujtahid Thalib, Raja Thamsir Rachman dan sejumlah undangan kehormatan lainnya. Sementara di luar gedung DPRD, seluruh tenda yang disediakan panitia penuh oleh undangan. Prosesi pelantikan diawali dengan pembacaan risalah pelantikan oleh Kepala Biro Tata Pemerintahan Setdaprov Riau Alimuddin. Dalam penjelasanya, Alimuddin mengatakan, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Inhu berdasarkan Surat Keputusan (SK) Mendagri nomor 131.14-4030 tertanggal 29 Juli 2009. Setelah itu dilakukan prosesi pengambilan sumpah jabatan, dirangkai dengan pemasangan tanda jabatan sekaligus pelantikan oleh gubernur. Seluruh prosesi yang ditutup dengan penandatanganan berita acara pelantikan tersebut berlangsung hikmad dan lancar. Dalam sambutannya, Gubri Rusli Zainal meminta kepada bupati dan Wakil bupati yang dilantik untuk tidak berlama-lama terlena pada evoria kemenangan. “Kerja keras sudah menanti. Banyak tugas yang mendesak untuk segera dilaksanakan. Karena itu, saya harapkan Bupati dan Wakil Bupati Indragiri Hulu yang baru dilantik untuk dapat segera melaksanakan tugas dengan baik,” pesannya. Kepada masyarakat Inhu, gubernur juga berpesan, agar memberikan dukungan sepenuhnya kepada setiap kebijakan dan program pembangunan yang dilaksanakan bupati dan wakil bupati. Ia yakin, di bawah kepemimpinan Yopi dan Harman, Kabupaten Inhu akan lebih maju dan kesejahteraan masyarakat bisa ditingkatkan. Prosesi pengambilan sumpah dan pelantikan ini berjalan sukses dan lancar. Pihak keamanan yang terdiri dari Brimob dan Polwan, memeriksa setiap undangan yang akan memasuki ruang utama, tanpa terkecuali. Pemeriksaan juga menggunakan Metal Detector dan setiap barang bawaan undangan wajib diletakkan diatas meja untuk diperiksa dengan teliti. Ketua DPRD Inhu, Marpoli dan seluruh anggota serta pejabat di lingkup Pemkab Inhu juga turut diperiksa. Bupati Pelalawan Rustam Efendi, Bupati Kampar Burhanuddin Husein dan Bupati Kuansing Sukarmis serta Wali Kota Pekan Baru Herman Abdullah tak luput dari pemeriksaan petugas keamanan. Termasuk seluruh unsur muspida plus Provinsi Riau juga turut diperiksa. Pengamanan yang berlapis ini terdiri dari unsur TNI dari Kodim 0302 Inhu, Polres Inhu, Satpol PP Inhu dan Dinas Perhubungan Inhu. Seluruh ruangan, baik di dalam dan di luar gedung dijaga ketat oleh aparat keamanan. Menurut Kapolres Inhu, AKBP.Hermansyah SH SIk melalui Kabag Ops Kompol RD Simangunsong kepada Riau Pesisir, demi keamanan seluruh undangan maka hal itu harus dilakukan. “Ini demi keamanan panitia dan seluruh undangan yang datang kesini. Kita harus memeriksa satu persatu dan juga barang bawaannya. Pemeriksaan ini tanpa terkecuali. Ini demi keamanan kita bersama didalam mensukseskan acara pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih,” tegas Simangunsong. (rtc/yus)

Moratorium Pemekaran Wilayah

SAAT ini pemekaran wilayah di sejumlah wilayah di Tanah Air merupakan yang terbanyak dalam sejarah Indonesia. Dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir, pemekaran wilayah itu sudah mencapai 205 daerah otonom, terdiri dari tujuh provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Namun peningkatan kuantitas daerah otonom ternyata berbanding terbalik dengan kualitas pelayanan dan peningkatan kesejahteraan publik. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwasannya kinerja 80% daerah hasil pemekaran kurang berhasil. Terkait dengan kurang berhasilnya pemekaran wilayah ini, Presiden SBY melontarkan gagasan moratorium pemekaran wilayah. Dalam rapat konsultasi dengan DPR pada 13 Juli 2010 lalu, Presiden mengumandangkan ide pengetatan syarat pemekaran wilayah melalui grand design yang selesai disusun tahun ini. Kita setuju dengan gagasan presiden tersebut. Karena, tujuan utama pemekaran wilayah adalah untuk mensejahterakan masyarakat di wilayah yang dimekarkan tersebut. Memang, ada pemekaran wilayah yang didorong mobilisasi massa atau hasil rekayasa para elite local, bukan partisipasi alami warga setempat. Karena itu, DPR perlu melakukan kajian yang matang terhadap potensi SDM dan SDA daerah yang akan dimekarkan tersebut. Elit lokal jangan memaksa pemerintah pusat agar daerahnya dimekarkan menjadi otonom, bila dari segi SDA dan SDM, wilayah tersebut belum siap untuk mandiri. Sebab, bila ini terjadi, alih-alih meningkatkan pelayanan publik, pemekaran wilayah justru menyuburkan korupsi dan in-efisiensi. Kalau begini kondisinya, daripada untuk membiayai daerah yang baru, lebih baik anggaran itu dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, menanggulangi pengangguran dan kemiskinan. Kondisi itu, mungkin berbeda jauh dengan gagasan pemekaran Provinsi Riau. Kawasan pesisir yang diwacanakan untuk menjadi Provinsi Riau Pesisir, saat ini dalam kondisi kaya SDA. Soal SDM juga tak diragukan, karena banyak tokoh-tokoh di level nasional maupun provinsi yang berasal dari pesisir Riau. Karena itu, wacana pembentukan Provinsi Riau Pesisir, tak adalagi masalah di sisi persyaratan, sesuai yang diinginkan Presiden SBY tersebut. Semua sudah oke. Tinggal lagi keinginan dari Gubernur Riau untuk mensupport gagasan ini demi kesejahteraan masyarakat. Sebenarnya, pemekaran seharusnya menjadi domain presiden dan DPR hanya berfungsi sebagai pengontrol pelaksanaan pemekaran wilayah. Namun yang terjadi selama ini adalah pemekaran wilayah bisa masuk melalui presiden, DPR, dan DPD. Oleh karena itu diperlukan adanya perubahan konstitusi untuk mengatur domain siapa yang menangani soal pemekaran wilayah. Hal ini diperlukan agar ada kejelasan antara lembaga eksekutif dan legislatif soal pemekaran wilayah. (dari berbagai sumber)