01 Februari 2009
Membangun Sinergisitas Untuk PON XVIII Riau
TAK ada yang berani membantah bahwa kunci sukses suatu kegiatan publik terletak pada sosialisasi dan publikasi. Sosialisasi bisa dilakukan oleh sebuah tim atau kepanitiaan namun hanya untuk kalangan terbatas dan di tempat-tempat tertentu. Itupun membutuhkan waktu yang cukup panjang dan tidak mampu menjangkau semua dimensi. Juga tak lebih pada sebatas prakegiatan.
Ketika kegiatan publik itu sudah berlangsung bahkan untuk beberapa hari, satu-satunya alat yang sangat-sangat efektif dan praktis untuk sosialiasi adalah media massa. Dalam hitungan menit bahkan detik, media massa dapat memberikan informasi yang akurat pada publik sampai ke ruang-ruang kerja hingga ke kamar tidur. Dengan begitu, emosional publik akan cepat terbangun. Tanpa publikasi (melibatkan media massa, red) sebuah kegiatan akan jadi hambar.
Pada tahun 2012 mendatang, Provinsi Riau akan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII. Ini kesempatan pertama sejak provinsi kaya minyak ini berdiri. Untuk mendapatkan predikat tuan rumah itu, telah melalui perjuangan yang berat dan panjang. Sampai-sampai Pemerintah Provinsi Riau membentuk Tim Pemenangan PON agar even bergengsi itu digelar di Riau dan berhasil.
Setelah itu apalagi? Keberhasilan Riau sebagai tuan rumah PON XVIII harus berakhir happy ending dalam tataran pelaksanaan. Pengurus Besar PON (PB PON) dan Pemprov Riau harus berkaca dari kegagalan PON XVII Kalimantan Timur. Semua pihak harus dilibatkan sesuai porsinya demi marwah Riau di mata nasional. Pencitraan Riau sebagai tuan rumah akan sangat dipengaruhi oleh kehandalan dan profesionalitas dalam ‘mendemamkan’ PON di tengah masyarakat. Kuncinya cuma satu, sosialisasi yang tepat sasaran dan publikasi yang baik.
Apa yang dikatakan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Riau H Dheni Kurnia bahwa untuk urusan sosialisasi dan publikasi, yang paling ahli adalah kalangan pers. Karena itu, mustahil demam PON akan terjadi bila media massa tidak dilibatkan secara tepat dan sesuai profesionalitasnya. Tanpa melibatkan insan pers, dana sosialisasi dan publikasi yang mencapai Rp 139 miliar itu tak ada artinya. Dana triliuan rupiah untuk PON XVIII ini juga akan habis tanpa makna.
Sebagai langkah awal, PWI Cabang Riau melalui SIWO PWI Cabang Riau mengejawantahkan rasa tanggungjawab mensukseskan PON XVIII tersebut dengan menggelar Workshop Wartawan Olahraga yang bertema ‘Liputan Olahraga Multievent’ Sabtu lalu. Kegiatan ini baru langkah awal PWI Riau dalam mempersiapkan wartawan-wartawan di Riau untuk menggawangi pesta olahraga ini. Program ini jelas tak ada artinya bila PB PON dan Pemprov Riau tidak merespon dengan benar. Anggapan kebanyakan pejabat dan pengambil kebijakan selama ini bahwa wartawan selalu butuh berita, jadi ketika ada even, tanpa dilibatkan pun wartawan akan datang meliput, harus dikubur dalam-dalam. Ini pemikiran yang tidak membangun dan bukanlah pemikiran seorang pejabat publik yang bertanggungjawab membangun citra daerah dan pemerintahan yang baik.
Tanggungjawab moral yang besar dari PWI Riau untuk mensukseskan PON Riau ini, juga tak bermakna bila dalam kerangka kerja besar ini PWI Riau tidak dilibatkan secara aktif. Sinergisitas baru berjalan ketika porsi tanggungjawab dibagi. PWI sudah membuka diri, lalu bagaimana dengan kalangan birokrasi?
Pers memang harus menyandang tanggungjawab mendukung program pembangunan, tapi pada kondisi tertentu pers jelas tidak mau selalu jadi penonton. Tanggungjawab moral pers saja belumlah cukup tanpa dibarengi tanggungjawab pemerintah melakukan pembinaan terhadap lembaga dan institusi pers. Sinergisitas, ini penting. Harus sama-sama satu niat bahwa sukses tidaknya PON XVIII juga tertumpang marwah dan martabat Riau sebagai bagian dari NKRI. PWI Cabang Riau telah membuka diri, tinggal lagi respon PB PON dan Pemprov Riau. (almudazir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar