01 Februari 2009
Dosa Lima Hari Kerja
PEMBERLAKUAN program lima hari kerja awalnya didasari semangat untuk menggairahkan dunia pariwisata Indonesia yang terpuruk pasca Bom Bali I, walau wacananya sudah muncul sejak 1998. Dengan lima hari kerja diharapkan para pegawai negeri sipil (pns) bisa berlibur dan meramaikan objek-objek wisata. Begitu juga dengan stakeholder, juga bisa memanfaatkan hari libur yang dua hari (Sabtu dan Minggu) untuk berwisata bersama keluarga. Tentunya, juga sebagai implementasi Inpres nomor 10/2005 tentang Hemat Energi.
Ternyata dalam pelaksanaannya, lima hari kerja dinilai banyak pihak tidak efektif. Apalagi bagi aparatur pemerintahan selaku pelayan publik. Bila saat enam hari kerja, jam kerja hingga pukul 14.00 WIB, maka dengan lima hari kerja bertambah hingga pukul 16.30 WIB dari Senin hingga Jumat. Ternyata, ini banyak dikeluhkan masyarakat termasuk PNS itu sendiri. Akibatnya, perpanjangan jam kerja itu tak menambah intensitas pelayanan publik. Apalagi bagi pejabat setingkat eselon II dan III. Setelah keluar makan siang, jarang sekali yang kembali ke kantor. Banyak saja alasannya.
Nah, ketika pimpinan tak lagi di kantor, para staf pun ikut keluar pula karena tak ada lagi yang mengawasi. Tinggalah ruangan-ruangan perkantoran yang sepi meski masih dalam jam kerja. Kalau pun masih ada pegawai di kantor pada siang, lebih banyak ngobrolnya ketimbang bekerja. Atau sambil main game sambil menunggu jam pulang.
Sejauh ini, banyak daerah belum terlihat melakukan evaluasi kongkrit terhadap efektivitas lima hari kerja ini. Tapi, apa yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, Sumbawa, sebuah langkah yang dinilai banyak pihak sangat tepat. Pemkot Bima kembali menerapkan enam hari kerja. Dari evaluasi yang dilakukan Selama setahun di seluruh satuan kerja (satker), ternyata tak banyak masyarakat yang berurusan di atas pukul 14.00 WIB dan sebagian besar lebih banyak mengurus segala sesuatunya pada pagi hari. Karena, pelayanan pada siang hari dinilai tidak efektif lagi.
Memasuki tahun 2004, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Faisal Tamin pernah berwacana untuk kembali memberlakukan enam hari kerja. Menurut Faisal, pemberlakukan program lima hari kerja tidak berhasil meningkatkan baik efisiensi pelayanan kepada publik maupun kinerja para aparatur Negara (unisys.uii.ac.id).
Nyatanya, etos kerja aparatur Negara tetap begitu-begitu saja, malah justru jadi lalai karena merasa waktu kerja masih panjang. Berharap terimplementasikannya Inpres nomor 10/2005 tentang Hemat Energi, ternyata juga tidak begitu efektif.
Contohnya, kebiasaan di kantor-kantor pemerintah, tirai dan pintunya selalu ditutup. Kondisi ini jelas membutuhkan penerangan dan pendingin ruangan. Bila kerja hanya sampai pukul 14.00 WIB, jarang sekali ada ruangan kosong. Dan selama itu, lampu dan penerangan untuk banyak orang. Ketika jam kerja hingga pukul 16.30 WIB, penerangan dan pendingin ruangan tetap hidup dari pagi. Selagi belum jam pulang kantor, keduanya tetap dihidupkan, walau tak ada pegawai lagi dalam ruangan. Berapa pemborosan yang terjadi? Belum lagi penggunaan computer yang lebih banyak untuk main game daripada untuk kerja. Karena, ketika jam kerja hingga pukul 14.00 WIB, sangat sempit sekali waktu bagi pegawai untuk main game. Komputer yang dibeli dari uang rakyat itu betul-betul bermanfaat untuk keperluan rakyat, bukan untuk main game. Lalu pada hari Jumat, meski jam kerja tetap hingga pukul 16.30 WIB, tapi faktanya selesai Shalat Jumat, nyaris tak ada lagi pegawai di kantor-kantor pemerintahan.
Ketika hari kerja sudah lima hari, lalu pemerintah menambah lagi dengan libur bersama. Lihat saja pada Desember 2008 ini, dari tanggal 1-31, praktis hanya 20 hari PNS masuk kantor. Kapan lagi melayani masyarakat?
Padahal aturannya jelas, PNS merupakan Abdi Negara, Abdi Rakyat. Mungkin lima hari kerja perlu ditinjau ulang lagi, daripada makin banyak aparatur pemerintah yang berdosa dengan mencuri jam kerja dan pemborosan energi. Lagipula, dengan banyak libur ternyata punya cost tersendiri. Bukan istirahat, tapi malah plesir. Lalu, uangnya darimana? (almudazir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar