15 Oktober 2009

Ketika Parpol Berebut Jatah Menteri

SEJAK ditetapkannya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Budiono sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih periode 2009-2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), pembicaraan para petinggi partai politik (parpol) beralih soal jatah menteri untuk parpol masing-masing. Partai-partai mitra koalisi SBY-Boediono dalam pilpres 2009, dipastikan mendapatkan jatah menteri atas dukungannya tersebut. Karena itu wajar para petinggi partai itu dengan pedenya mengajukan sejumlah nama untuk dipilih SBY-Budiono agar masuk dalam struktur Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) yang rencananya akan diumumkan pada 21 Oktober 2009 mendatang. Bahkan PDI Perjuangan dan Partai Golkar yang jelas-jelas jadi pesaing SBY-Budiono dalam Pilpres lalu, juga tak menolak jika mendapat tawaran mengisi struktur KIB II. Memang, sejak beberapa hari terakhir, wacana politik mengarah pada perebutan kursi menteri. Bahkan PDI Perjuangan secara terang-terangan ‘mengancam’ akan oposisi bila tak masuk KIB II. Jika benar SBY-Budiono akan mengakomodir semua parpol mitra koalisi serta merangkul parpol pesaing di pilpres untuk mengisi struktur cabinet yang dibatasi paling banyak 34 orang, maka dapat dipastikan mayoritas kabinet akan diisi oleh orang-orang yang berasal dari partai politik. Dalam kondisi tersebut, muncul sinyalemen bahwa hal itu dilakukan SBY-Budiono dengan tujuan mengamankan perjalanan pemerintahannya 5 tahun mendatang. Padahal di sisi lain, dengan mayoritasnya unsur parpol dalam kabinet, justru ditakuti bakal mengancam pemerintahan SBY-Budiono. Alasannya, banyak parpol akan semakin banyak pula kepentingan yang ada di tubuh kabinet tersebut. Karena bagaimananpun, seorang kader parpol mempunyai kewajiban memberikan sumbangsih pada parpolnya, bahkan cenderung kepentingan parpol lebih diutamakan dari kepentingan rakyat. Diramalkan, inilah yang akan menjadi duri dalam daging bagi SBY-Budiono. Karena itu sejumlah pihak mengharapkan agar SBY tetap menempatkan orang-orang profesional dalam pos-pos yang strategis. Pasalnya, adanya dikotomi parpol dan profesional, akan terjadi pembedaan kualitas departemen, karena jabatan-jabatan yang akan diisi oleh wakil partai politik bisa jadi bukan departemen yang strategis. Hal ini menjadi sangat ironis, karena apapun departemen yang ada di Indonesia mempertaruhkan sekian juta rakyat di Indonesia. Sebut saja departemen kehutanan, departemen pertanian, kementrian daerah tertinggal, departemen kelautan dan masih banyak lagi. Menteri yang menjabat sebagai menteri pertanian mempertaruhkan nasib sekian juta petani yang ada di Indonesia, demikian juga dengan menteri Kelautan mempertaruhkan sekian juta nelayan dan sebagainya. Untuk itu publik harus melihat bahwa semua departemen memiliki fungsi yang sangat vital dalam pembangunan Indonesia. Jadi kata kuncinya adalah menteri yang profesional. Memang salah satu tujuan mendirikan partai politik adalah kekuasaan. Jadi sah-sah saja jika partai politik mengajukan kadernya untuk duduk sebagai menteri dan ikut merasakan kekuasaan. Namun yang lebih utama adalah bagaimana kader-kader yang diusulkan benar-benar memiliki kemampuan dan kapabilitas yang benar-benar dapat diandalkan. Karena ditangan menteri, sebagaian masa depan bangsa ini dipertaruhkan. Kita berharap dalam beberapa hari kedepan, presiden dengan hak prerogatifnya dengan arif dan bijaksana dapat memilih dan memilah para pembantunya. Profesionalitas mereka akan menjadi taruhan nasib bangsa ini 5 tahun mendatang. ***