03 Maret 2008

Titik Api Masih Ada di Kebun Sawit K2i

“Jelas tidak mungkin kami membakar sawit-sawit yang sudah kami tanam. Pertanggungjawabannya masih ditangan kami, karena belum serahterima dengan Pemprov Riau. Justru kami jadi rugi, karena kami terpaksa membeli bibit lagi untuk menanam areal yang terbakar itu. Belum lagi biaya angkut dan upah kerja, pikir sajalah.”
YANTO BUDIMAN SITUMEANG
Kepala bagian Humas PT Gerbang Ekapalmina

* Komisi B DPRD Riau Tinjau Kebakaran * Bibit Sawit Sudah Tertanam 808 Hektare KERINGAT Keringat membasahi tubuh Syamsul Hidayah Kahar dan M Nurdin, dua dari lima anggota Komisi B DPRD Riau yang meninjau kebakaran kebun K2i di Desa Sepahat, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Kamis (28/2). Baju keduanya terlihat basah, setelah berjalan kaki sekitar 3,5 kilometer dari basecamp PT Gerbang Ekapalmina (PT GEP) ke lokasi titik api yang membakar kebun hampir 400 hektare tersebut. “Masih ada titik api di lahan kebun K2i. Kalau tidak segera ditanggulangi, kita takutkan akan makin meluas. Kita berharap Dinas Perkebunan Provinsi Riau dan pihak kontraktor untuk segera memadamkan api agar tidak merambah lagi ke lahan lain yang sudah ditanami sawit,” ujar Syamsul. Selain Syamsul dan Nurdin, tiga anggota Komisi B lainnya, Arsyajuliandi Rachman, Hikmani dan Azwir Alimuddin, menunggu di base camp PT GEP yang berjarak sekitar tiga kilometer dari jalan lintas Dumai-Sei Pakning. Mereka didampingi Sawir Abdullah selaku Kepala kantor PT GEP Pekanbaru, Said Edran Kasubdin Perencanaan Dinas Perkebunan Riau, Yanto Budiman Kepala Humas PT GEP serta Laludin Lubis Asisten kepala PT GEP di perkebunan Sepahat. Dijelaskan Syamsul, selaku juru bicara rombongan Komisi B, peninjauan mereka ke lokasi kebun K2i di Desa Sepahat yang direncanakan seluas 2.000 hektare tersebut, untuk memastikan apakah kelapa sawit memang sudah benar-benar ditanam, serta memastikan adanya lahan yang telah ditanami sawit ikut terbakar. “Soal kebakaran arela kebun sawit K2i in, biarlah tugas pihak kepolisian untuk mengusutnya. Kita hanya memastikan kebenarannya, sekaligus mengecek lahan yang sudah ditanam pohon sawit,” ucap Syamsul. Syamsul juga mengatakan, terhadap lahan yang terbakar itu, tidak mungkin dilakukan penggantian oleh Pemprov Riau, karena bukan force mayor. “Ini masih tanggungjawab pihak kontraktor, jadi terhadap resiko merekalah. Beda kalau dilanda banjir atau bencana alam lainnya, mungkin bisa dipertimbangkan untuk dilakukan penganggaran ulang,” tegas Syamsul. Kepala Humas PT GEP Yanto Budiman mengungkapkan, dari 2.000 hektare lahan yang direncanakan masuk dalam program K2i di Desa Sepahat ini, yang telah dipastikan baru seribu hektare. Sementara yang seribu lagi masih dalam tahap penyelesaian oleh pihak Kabupaten Begngkalis, karena areal tersebut merupakas eks Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT Tobe Indah. “Dari yang seribu hektare itu, sudaha dibuka 808 hektare dan 606 hektare dalam kondisi sudah ditanam. Rencana kita, akhir Februari ini semuanya sudah tertanam, sebagain bibit sudah menumpuk di base camp,” jelas yanto. Terkait adanya isu bahwa lahan kebun K2i itu sengaja dibakar, Yanto langsung membantahnya. Dikatakan, dari sekitar 400 hektare lahan yang terbakar itu, sebagian besar sudah ditanami bibit-bibit sawit. Dan semua itu masih dalam tanggungjawab pihak kontraktor yakni PT GEP. Bahkan pihak PT GEP sendiri mendapat informasi, titik api berasal dari lahan milik KUD Fatimah Mandiri, yang letaknya bersebelahan dengan lahan kebun K2i. “Jelas tidak mungkin kami membakar sawit-sawit yang sudah kami tanam. Pertanggungjawabannya masih ditangan kami, karena belum serahterima dengan Pemprov Riau. Justru kami jadi rugi, karena kami terpaksa membeli bibit lagi untuk menanam arela yang terbakar itu. Belum lagi biaya angkut dna upah kerja, pikir sajalah, logikanya gimana,” ungkap Yanto. Kasubdin Perencanaan Dinas Perkebunan Riau, Said Adran mengakui bahwa lahan yang terbakar itu masih menjadi tanggungjawab pihak kontraktor. Karena itu, terhadap lahan-lahan sawit yang terbakar, merupakan tanggungjawab kontraktor untuk menanam kembali. “Kita dari pihak provinsi tidak mau tahu. Yang jelas, nanti waktu serah terima, semuanya harus dalam kondisi tertanam. Karena perjanjian kontrak kita begitu,” kata Said. Soal kemungkinan adanya pemakaian bibit palsu, Said menjelaskan bahwa bibit-bibit yang digunakan PT GEP berasal dari bibit PPKS Medan dan bersertifikat. “Bahkan kita dari Dinas Perkebunan minta garansi produksi pada pihak kontraktor. Nanti, setelah sawit ini berumur 8 tahun, maka produksi rata-rata yang digaransi 20 ton per hektare. IAngka ini sudah merupakan angka produksi standar kebun sawit di Riau. Kalau hasilnya kurang, maka tanggungjawab pihak kontraktor,” jelas Said, sambil menambahkan, per hektare lahan berjumlah 136 batang bibit. Terkait luas lahan yang terbakar, Said belum bisa memastikannya. Tapi yang jelas, Tim Badan Pengawas daerah (Bawasda) Provinsi Riau yang turun ke lapangan, telah melakukan pengukuran menggunakan Global Positioning System (GPS). “Bawasda belum bisa menghitung luas pasti arela yang terbakar, karena data GPS itu harus direkap dulu. Nantinya sesampai di Pekanbaru,” tutur Said. (almudazir)

Tidak ada komentar: