08 Oktober 2007

Tugas Pertama dari Indopersda

AWAL tahun 2007, saya ditelepon oleh Alfian Zainal, rekan saya yang saat itu menjabat sebagai redaktur di Harian Pagi Tribun Batam. Alfian menugaskan saya untuk meliput tragedi tanah longsor di Nagari Air Dingin, Kabupaten Solok. Saya terkejut dengan perintah Alfian tersebut. Karena, saat itu saya belum lagi menjadi wartawan dari Kelompok KOMPAS GRAMEDIA, walau saya telah melalui psikotes dan wawancara, tapi belum dinyatakan lulus.  "Abang -sapaan akrab kami- segera berangkat ke lokasi. Sorenya laporan sudah harus dikirim, saya tunggu," perintah Bang Alfian.  Saya terkejut sekaligus berpikir. Dengan apa pula saya ke lokasi, ditambah lagi saat itu saya tidak punya uang yang cukup. Berangkat dengan motor, jelas tidak mungkin. Selain lokasinya cukup jauh, berjarak sekitar 60 kilo meter dari Kota Padang serta penuh tanjakan dan penurunan yang tajam.  Akhirnya saya putuskan untuk kembali menelepon Alfian, menanyakan soal biaya ke lokasi serta kemugkinan biaya apa saja yang akan ditanggung. Alfian menjawab, "kalau tidak mungkin berangkat dengan motor, pake mobil saja. Tapi laporan biaya harus ada bukti. Bila tidak sulit diklaim kantor," ujarnya.  Mendapat peluang seperti itu, saya lalu menghubungi Adrian Tuswandi dan Lindo Karsyah -dua rekan wartawan di Padang- yang sama-sama ikut tes dengan saya. Saya katakan saja, "Kita mendapat tugas dari Tribun Batam, untuk meliput musibah longsor di Kabupaten Solok."  Alhamdulillah, kedua kawan itu setuju berangkat. Maka, saya mulai menghubungi seorang teman untuk menyewa mobil rentalnya. Kebetulan, mobilnya lagi tidak disewa orang. Saya lalu menjemputnya, setelah itu berencana menjemput Adrian dan Lindo.  Ketika saya sedang mengendarai mobil itu, teringat bahwa saya tidak punya uang di kantong. kalau mobil, bisalah dibayar setelah dikembalikan, namun untuk beli minyak atau makan, jelas tidak bisa ditunda. Saya mesti memutar  otak lagi, agar persoalan ini dapat teratasi. Saya hubungi Lindo, kondisinya sama.  Begitu juga dengan Adrian, walau uangnya ada, tapi tetap saja tidak cukup untuk beli bensin dan makan kami bertiga.  Akhirnya saya putuskan untuk meminjam uang istri. Saya katakan bahwa saya dapat tugas dari Harian Tribun Batam, satu dari koran Kelompok KOMPAS GRAMEDIA, tempat saya sebelumnya mengikuti tes. Ternyata istri saya memaklumi dan bersedia meminjamkan uang yang merupakan untuk biaya hidup kami sebulan. Setelah menjemput uang itu ke kantor istri saya, langsung saja menjemput Adrian ke rumahnya. Lindo yang saat itu ada diskusi di kampus Universitas Andalas di Limau Manis, terpaksa menunggu di Pasar Baru.  Lalu, sepeda motor Lindo ditarok di mana? Bila diantar dulu ke rumahnya, jaraknya cukup jauh dari Pasar Baru. Cukup menyita waktu dan menghabiskan minyak. Setelah didiskusikan, akhirnya kami memutuskan untuk menitipkan motor Lindo di kantor Koramil Pauh, tidak jauh dari simpang Pasar Baru.  Sedikit menjelaskan maksud dan tujuan kami pada petugas piket, akhirnya motor Lindo dititipkan di kantor tersebut. Bertiga, kami berangkat menuju lokasi musibah.  Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00. Perjalanan menuju lokasi diperkirakan memakan waktu sekitar 2 jam. Ketika kami sudah sampai di simpang menuju lokasi longsor, dari arah berlawan muncul rombongan Mensos Bachtiar Chamsyah dan Gubernur Sumbar, Gamawan Fauzi, yang baru saja meninjau lokasi. Otomatis, suasana di simpang itu jadi macet. Belum lagi ojek dan kendaraan sanak famili dari keluarga korban, membuat kami mesti menunggu beberapa saat untuk bisa masuk menuju lokasi yang jalannya cukup sempit dan licin. Karena lokasi longsor berjarak sekitar tujuh kilo meter dari simpang itu,  jelas tidak mungkin kami tempuh dengan jalan kaki. Bisa-bisa pesan Alfian Zainal agar kami mengirim berita hari itu juga tidak kesampaian. Karena itu, kami paksakan masuk dengan mobil.  Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah posko bencana. Posko ini terletak di sebuah sekolah dasar, yang berjarak sekitar dua kilo dari lokasi longsor. Mungkin karena hanya di sekolah itu satu-satunya lokasi yang agak luas, sehingga Bupati Solok, Gusmal, memilihnya untuk dijadikan posko, meski agak sedikit jauh dari lokasi.  Setelah mendapat informasi awal, kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi. Saya, Adrian dan Lindo, lalu membagi tugas. Saya mewawancarai keluarga korban meninggal sambil mengambil foto rumah yang ambruk. Lindo mewawancarai warga yang rumahnya terkena longsoran serta mendeskripsikan suasana. Adrian mencari tokoh masyarakat dan kepala dusun serta saksi lainnya. Astagfirullah..! Tujuh rumah rata dengan tanah akibat dihantam tanah longsoran dan kayu-kayu-kayu yang dihanyutkan air.  Cerita tokoh masyarakat setempat, sebenarnya longsor bukan di lokasi itu, tapi jauh di bukit tepi hutan. Tanah longsoran bukit itu menutup anak sungai sehingga membentuk tanggul. Ketika hari hujan, tanggul yang tidak kuat lagi menahan air yang mengalir dari hulu, akhir jebol. Ratusan mungkin ribuan kubik tanah longsoran serta bebatuan dibawa air, lalu melanda perumahan penduduk yang berada di tepi sungai. Tujuh orang dinyatakan meninggal tertimbun tanah, termasuk tiga remaja yang malam itu tidur di mushalla, karena mushalla itu ikut rata dengan tanah.  Smeentara korban yang luka-luka telah dilarikan ke rumah sakit Angkatan Darat di Kota Solok. Karena itu, seusai melengkapi data di lokasi, kami melanjutkan perjalanan ke rumah sakit yang berjakat sekitar 30 kilo meter dari lokasi longsor. Di rumah sakit, kami mewawancarai para korban, termasuk seorang wanita yang sedang hamil tua. Dia selamat dari reruntuhan rumahnya, meski tubuhnya sedikit lecet. Kemudian kami balik ke Padang untuk membuat laporan. Setelah makan malam, kami sepakat membuat laporan di kantor saya saat itu, Mingguan Tribun Sumbar. Di sini, ada beberapa komputer, sehingga kami bisa sama-sama bekerja. Setelah semua selesai, termasuk mengedit foto, Adrian dan Lindo langsung pulang.  Sedangkan saya berangkat ke warnet untuk mengirim berita dan foto ke Harian Tribun Batam. Untuk memastikan apakah berita itu layak muat atau tidak, esoknya saya telepon Alfian Zainal. "Beritanya udah dimuat, lihat saja di website Tribun Batam," ujar Alfian. Benar, berita itu dimuat. Berita kami bertiga digabung menjadi dua berita yang dimuat dua hari berturut-turut.  Apakah dengan pemuatan berita itu kami sudah dipastikan lulus tes? Entahlah. Tapi yang pasti,   ketika pengumuman hasil tes wawancara, PSDM PT Indopersda Primamedia, Charlie mengatakan bahwa kami lulus tes  dan akan dilanjutkan dengan tes kesehatan. "Tunggu informasi berikutnya," kata Charlie, lewat ponselnya. Akhirnya kami memang diterima. Dari 10 calon redaktur yang ikut tes awal, lima dinyatakan lulus dna berhak ikut pelatihan di Tribun Batam, yakni saya, Lindo, Adrian, Rinaldi dan Harismanto. Setelah menjalani pendidikan selama satu setengah bulan di Harian Tribun Batam, kami dilepas ke medan laga di Pekanbaru, bergabung dengan teman-teman lain. (*) 

2 komentar:

FEBBY MAHENDRA PUTRA mengatakan...

Wuakakakakaka hebat Bang Mudazir akhirnya punya blog juga. Isi terus Pak Mudazir, makin banyak makin baik. Tak masalah tulisan pertama masih agak kaku dan belum mengalir kayak Sungai Siak. Lama-lama bakal bagus juga... Sekali lagi selamat!!!!

Ninis mengatakan...

Bagus perjuangannya :) Hebat!

Sebenernya saya nyasar ke blog ini karena "Alfian Zainal" :)
He's so adorable ... miss him ...
Tolong sampaikan salam saya buat dia kalo anda masih ada kontak sama dia :)
Thanks ...

Good luck for you & your family, Mr. Almudazir :)
Your babies are so cute :)