19 Oktober 2007

Miskin Akibat Pemekaran

* DPRD Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Berkunjung ke DPD RI PEMEKARAN membuat penghasilan daerah Kabupaten Sawahlunto Sijunjung menjadi jauh berkurang. Apalagi sejumlah aset-aset penting dan potensial, berada di wilayah Kabupaten Dharmasraya, sebagai kabupaten baru hasil pemekaran. Termasuk ribuan hektare perkebunan dan wilayah hutan produksi, yang selama ini menjadi lumbung Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sawahlunto Sijunjung. Akibatnya, untuk membangun kembali Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), yang kini berada di wilayah Kabupaten Dharmasraya, Pemkab Sawahlunto Sijunjung tak lagi punya uang. Begitu juga untuk membangun sarana dan prasarana lain, pemkab bumi lansek manih ini sangat kewalahan. Sekitar 70 persen dari wilayah hutan yang ada, terdiri dari hutan lindung. Prihatin dengan kondisi itu, Rabu (26/9) lalu, delegasi DPRD Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, menemui Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, H Irman Gusman SE, serta anggota DPD RI daerah pemilihan Sumbar, Mochtar Naim dan Afdal. Sementara, Zairin Kasim, berhalangan hadir karena masih diliputi duka atas kematian saudaranya, Moyardi Kasim, akibat tertimpa runtuhan gedung akibat gempa yang mengguncang Sumatera beberapa waktu lalu. Para delegator yang dipimpin Ketua DPRD Sawahlunto Sijunjung, Asnam Malin, diterima Irman Gusman, didampingi Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPD, Siti Nurbaya Bakar, di ruangan kerjanya, Lantai 8, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen. Para legislator Sawahluto Sijunjung ini, menyampaikan tiga pokok persoalan yang menjadi kerisauan mereka bagi pembangunan kabupaten tersebut kedepan. Menurut Irman, merupakan tugas DPD untuk selalu berkomunikasi dengan para stakeholder di daerah masing-masing. "DPD menjadi penghubung antara pusat dan daerah," jelasnya. Para stakeholder dimaksud adalah kelompok atau organisasi masyarakat, gubernur, bupati, walikota, serta DPRD. Asnam Malin menuturkan, sebagai penduduk daerah mereka menemui wakil-wakilnya di pusat atau yang diistilahkan dengan pucuk. "Memang pucuknya di sini. Kami dari bawah, dari akar, ingin ke pucuk. Kalau pucuk itu subur, buahnya akan subur pula. Kalau istilah di kampung, buah nan labek, daun nan rimbun, isi nan manih. Jadi, semua bersinergi." Atas nama rombongan Komisi B yang membidangi ekonomi dan kesejahteraan rakyat, mewakili 25 anggota DPRD Sawahlunto Sijunjung, selain bersilaturahim dengan anggota DPD asal Sumatera Barat mereka juga menyampaikan sejumlah persoalan daerah. "Apo nan bisa dibantu, dari utusan daerah untuk daerah," ucap Asnam. Asnam menguraikan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sawahlunto Sijunjung berencana membangun RSUD. Dulunya, RSUD yang semula berlokasi di wilayah Kabupaten Sijunjung, setelah pemekaran Sawahlunto Sijunjung pada awal Januari 2004 beralih menjadi aset Kabupaten Dharmasraya. Kendati telah dialokasikan Rp 25 miliar dalam APBD 2007, tetap saja tidak mencukupi. Padahal, pekerjaan fisik diharapkan mulai awal 2008. "Selama ini kami tidak punya, kalau mau punya dibangun yang bagus tentu dengan anggaran besar." Selanjutnya, Sawahlunto Sijunjung sebagai daerah tujuan transmigrasi yang mengambil lahan di seberang Batang Kuantan, lanjutan Batang Ombilin. Untuk menghubungkan kedua sisi Batang Kuantan maka harus dibangun jembatan sepanjang 150 meter. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersedia berbagi fifty-fifty dengan Pemda Sawahlunto Sijunjung, yaitu lahan pembangunan jembatan dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sementara bahan pembangunan jembatan dari Pemkab Sawahlunto Sijunjung. "Selain itu, dengan pemekaran hampir 49 persen wilayah potensial di Sawahlunto Sijunjung akan hilang. Yang tertinggal hanya hutan lindung yang mencapai 70 persen dari wilayah hutan, sisanya perkebunan. Dengan status hutan lindung, penduduk dan pemkab tidak bisa mengembangkan usaha perkebunan berskala besar. "Kalau mengundang investor, terganjal hutang lindung," ujarnya. Dulunya, sebelum pemekaran wilayah perkebunan terletak di daerah-daerah yang menjadi bagian Kabupaten Dharmasraya. "Kami berharap, keberadaan hutan lindung tersebut dikompensasikan dengan dana penerimaan untuk Sawahlunto Sijunjung. Sekarang kan tak ada," ucapnya. Karena itulah, mereka berencana ke Departemen Kehutanan untuk mempertanyakan masalah itu. Menanggapi hal itu, Irman mengatakan, DPD sangat mendukung pendirian RSUD. Ia meminta Pemkab Sawahlunto Sijunjung menyampaikan detil bangunan RSUD beserta nilai dan pembiayaan proyeknya kepada anggota DPD. Demikian pula dengan bahan-bahan transmigrasi. Mengenai keberadaan hutan lindung, Irman menghubungkannya dengan global climate change yang menyebabkan perubahan iklim dan temperatur dunia. Karena itu, negara-negara di dunia mengharapkan Indonesia berpartisipasi menjaga kelestarian hutan tropisnya dalam rangka menahan perubahan iklim dan temperatur dunia secara drastis. Tentu tidak berkeadilan jika daerah hanya menjaga kelestarian hutan saja, sementara penduduk sekitar hutan dan di bagian lain daerah bersangkutan tetap dalam keadaan miskin. DPD berpendapat, keberadaan hutan lindung di suatu daerah perlu diperhitungkan dalam formulasi dana alokasi umum (DAU). "Tidak fair juga. Tentu harus dikompensasi," tuturnya, seraya menandaskan wilayah provinsi Sumatera Barat sendiri terdiri atas hutan lindung 70 persen. Hanya saja, Irman mengingatkan, kalaupun hutan lindung itu dikonversi menjadi perkebunan jangan sampai dikuasi hanya satu atau dua kelompok pengusaha. Bukan berarti alergi terhadap monopoli pengusahaan perkebunan melainkan agar penduduk sekitar juga beroleh manfaat pengonversian. Sementara itu, Mochtar Naim menggambarkan secara menyeluruh sekaligus mengevaluasi pemerintah daerah dan masyarakat Sumbar. Fokus perhatiannya adalah tiga sumber daya, sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), dan sumber daya budaya (SDB). Ia mengidentifikasi, masalah topografi dan geografi di Sumbar adalah kesenjangan dikotomis antara pedalaman yang relatif maju dengan sepanjang pesisir pantai yang relatif terbelakang, kecuali bagian lingkaran tengah sampai pantai. Kesenjangan dikotomis topografi dan geografi lainnya, sambung Mochtar, antara daerah pedalaman lingkaran tengah dengan pedalaman lingkaran luar. Daerah ini menjadi reservoir rimba yang sangat berguna bagi kesuburan dan kelestarian lingkungan dengan pendaman SDA-nya. Walaupun cukup beragam tetapi sejauh yang dieksplorasi tak satupun laik dieksploitasi, karena magnituda volume depositnya yang terbatas. Tinggallah daerah lingkaran luar dan periferal yang berbatasan dengan provinsi-provinsi tetangga, yang SDA-nya kaya tetapi sudah "digadaikan" atas nama pembangunan kepada para kapitalis atau investor dalam dan luar negeri. "Kepintaran" para pejabat Orde Baru dengan semangat "atas nama pembangunan" yang terbudur menggebu-gebu, ungkapnya, berhasil membujuk rakyat menyerahkan tanah ulayat mereka disertai ganti-rugi berupa siliah-jariah sekadarnya. Menurutnya, otonomi daerah baru berarti sebagai sebuah seni memerintah kalau SDA-nya terbatas tetapi SDM dan SDB-nya kaya dan berpotensi. Itu karena kemampuan merangkai dan mengawinkan ide-ide yang baik dari mana-mana, sehingga walaupun Sumbar miskin SDA dan kedodoran SDM, tapi kaya dengan potensi SDB. Kearifan budaya Minangkabau itulah yang dimanfaatkan menyongsong masa depan yang cerah di bawah kebijaksanaan para pemimpin yang memikirkan rakyatnya, tidak memikirkan diri sendiri. (almudazir)

Tidak ada komentar: