19 November 2008
Rusli Zainal vs Wan Abu Bakar
Wan Abu Bakar - Rusli Zainal
CERITA perseteruan dua sahabat, Rusli Zainal dan Wan Abu Bakar sejak hampir tiga tahun lalu hingga sekarang tak henti dilumat media massa. Mulai dari Rusli Zainal jadi Gubernur dan Wan Abu Bakar Wakil Gubernur Riau periode 2003-2008, hingga Wan Abu Bakar dipercaya menjadi gubernur menggantikan Rusli Zainal yang menjadi calon gubernur Riau 2008-2013, sampai pada akan berakhirnya masa jabatan Gubernur Wan Abu Bakar pada 21 November mendatang karena Rusli Zainal yang terpilih kembali akan dilantik Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI, perseteruan tak pernah henti.
Sesak nafas kita ketika membaca begitu panjangnya renteten perseteruan dua petinggi provinsi kaya minyak ini. Apa yang diperebutkan, sampai kini masih jadi tanda tanya masyarakat Riau. Soal keinginan jadi gubernur, Wan Abu Bakar sudah berkesempatan walau hanya sekitar 3 bulan. Kalau soal kewenangan, di jabatan eksekutif jelas gubernur memiliki kewenangan lebih daripada wakilnya. Beda dengan di legislative, wakil rakyat jauh lebih berkuasa daripada rakyat.
Tapi persoalannya tidak hanya sesederhana itu. Ini menyangkut wibawa Provinsi Riau di mata dunia, di mata pemerintah pusat dan atau di mata masyarakat Riau. Lalu kemana tokoh-tokoh Adat, tokoh agama, tokoh politik di Riau atau pun di tingkat nasional? Padahal, Provinsi Riau punya semuanya termasuk menteri dan mantan menteri. Provinsi Riau punya belasan anggota DPR RI dan DPD RI. Tapi sampai sekarang, belum kita dengar ada usaha tokoh-tokoh itu untuk mencarikan solusi atau upaya untuk memfasilitasi pertemuan kedua pemimpin ini. Setidaknya, kita berharap ‘perang’ tidak dilakukan secara terbuka, sehingga tidak bagalanggang mato rang banyak. Sekali lagi, ini menyangkut marwah Riau di mata publik.
Kalau perseteruan ini dibiarkan terus, kapan lagi Riau membenahi infrastruktur yang sangat-sangat butuh perhatian pemerintah provinsi. Belum lagi soal kekayaan Provinsi Riau yang masih banyak rakyat belum menikmatinya. Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) dan bangunan rumah potong hewan di Dumai, sampai sekarang belum termanfaatkan. Padahal, kedua bangunan itu menghabiskan dana miliaran rupiah. Sudah berapa kali eksekutif dan legislative provinsi meninjau kedua bangunan ini, namun kapan mulai operasionalnya masih jadi tanda tanya. BLK penting untuk mendidik masyarakat untuk terampil. Rumah potong penting untuk memakmurkan masyarakat atau setidaknya daging yang dikonsumsi masyarakat bisa lebih terjaga kualitasnya.
Ini jelas lebih penting dari pada hanya berseteru untuk urusan mengundang Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menghadiri acara seremonial yang namanya Pelantikan Gubernur. Tidak hadir pun Jusuf Kalla, tak akan membuat agenda pelantikan itu batal. Justru ketika Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir, membuat biaya pelantikan jadi tambah besar. Jadi, alangkah baik energi ‘perang’ itu disimpan dan digelontorkan untuk memikirkan pembangunan Provinsi Riau,. Berpikir bagaimana menyejahterakan masyarakat Riau, bagaimana ekonomi kerakyatan membaik, sector usaha kecil dan menengah jalan atau kepentingan lain yang jauh lebih bermanfaat untuk kemaslahatan umat.
Kalau semua yang mengaku tokoh-tokoh Riau tidak turun tangan menyelesaikan konflik ini, kita tidak tahu lagi apa kejadian kedepan. Rusli Zainal kembali dilantik jadi Gubernur Riau. Lalu Wan Abu Bakar kini jadi caleg DPR RI. Nah, kalau Wan terpilih maka diyakini ‘perang’ terbuka bakal lebih seru lagi. Kalau sekarang berskala provinsi, bias-bisa nantinya jadi skala nasional. Lalu, senangkah kita untuk terus membiarkannya? (almudazir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar