17 Juli 2009

Kapan PLN Memahami Pelanggan?

PEMADAMAN listrik bergilir, tampaknya kembali akan dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) persero Wilayah Riau. Menurut pihak PLN, pemadaman itu terpaksa dilakukan karena terjadinya defisit listrik. Ketika rencana pemadaman itu sudah dirilis pihak PLN, dalam ingatan kita langsung muncul alasan yang akan disampaikan PLN terkait pemadaman tersebut. Mudah ditebak, hanya ada dua alasan yang dari dulu disampaikan PLN sehingga pemadaman bergilir dilakukan. Pertama, debit air kecil di sejumlah PLTA karena musim kemarau sehingga tidak mampu memutar turbin yang ada. Kedua, adanya pemeliharaan sejumlah pembangkit. Hampir tak pernah PLN beralasan lain dari yang dua itu, ketika pemadaman listrik dilakukan. Tahunan alasan itu seakan sudah terpatri, mungkin sudah berkali-kali pergantian General Manajer hingga direktur utama perusahaan plat merah ini, tapi alasan itu masih dianggap ampuh untuk mengamankan kinerja PLN yang cenderung pilih kasih, kalau tak mau disebut amburadul. Sebab, seringkali PLN mengaku defisit listrik tapi sesering itu pula kita lihat begitu mudahnya gedung-gedung pencakar langit mendapat pasokan daya dari PLN. Itupun dalam jumlah yang besar, bahkan sampai ke hitungan mega watt (MW). Coba untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang hanya 900 watt, ada kesan, kalau tidak begitu terpaksa -termasuk ada kenalan yang karyawan PLN- jangan harap dikabulkan. Artinya, PLN gagal sebagai perusahaan Negara yang seharusnya bertanggungjawab memenuhi kebutuhan warga dengan layak. Setiap pemadaman akan dilakukan, pihak PLN selalu meminta pemahaman warga atau pelanggannya sambil menyampaikan alasan-alasan basi. Tapi, pernahkah PLN memahami kondisi pelanggannya? Apapaun alasannya, termasuk habis kemalangan atau anak dirawat inap di rumah sakit, pelanggan yang menunggak satu bulan saja, petugas PLN langsung dibawa meteran listrik di rumahnya. Aliran pun diputuskan. Petugas PLN sekana tak peduli dengan alasan warga pelanggannya. Kok PLN tidak pernah memaklumi kondisi pelanggannya? Kenapa pelanggan yang selalu diminta untuk memaklumi PLN yang sudah kaya raya? Itulah kesengsaraan rakyat akibat berurusan dengan perusahaan monopoli. Rakyat tak pernah tahu benarkah defisit listrik itu benar-benar terjadi. Apa hal itu tidak alasan pihak PLN saja, sehingga dengan mudah memenuhi permintaan pemilik pabrik atau gedung bertingkat akan daya yang cukup besar. Sekarang yang membuat kita bertanya, maukah PLN membuktikan secara kongkrit bahwa memang terjadi defisit listrik dan kenapa pemeliharaan mesin pembangkit sering dilakukan. Apakah tidak karena kualitas batubara yang dibeli PLN sangat rendah sehingga mesin cepat rusak. Sementara dalam pembukuan, harga batubara yang dibeli tetap dengan kualitas bagus? Lalu, jujurkah petugas PLN mengecek pemakaian listrik gedung-gedung bertingkat dan pabrik-pabrik. Apakah tidak ada manipulasi di sini sehingga menguntungkan petugas dimaksud? Misalnya, kebutuhan daya suatu pabrik 10 ribu watt, tapi yang dilaporkan hanya 5 ribu watt. Lalu yang 2.500 watt dibayarkan pada petugas PLN dan 2.500 watt lagi keuntungan pemilik pabrik atau manager pabrik tersebut. Mungkinkah permainan seperti ini terjadi? Kalau ada, tentu saja kebutuhan daya listrik tak pernah cukup. Dibangun pun 10 pembangkit lagi dengan kapasitas 10 kali lipat defisit listrik hari ini, nantinya akan tetap dikatakan kurang. Begitulah. ***