28 Januari 2009
Berkacalah Pada Tragedi Presiden Bush
MUNTADHAR Al Zaidi, wartawan Irak dari media Al-Baghdadia, yang melemparkan sepatu ke Presiden Amerika Serikat George W Bush dalam sebuah konferensi pers, Minggu 14 Desember 2008 lalu, tiba-tiba jadi selebriti. Al Zaidi mendapat simpati dari umat Islam seluruh dunia. Wajah Al Zaidi menghiasi televise-televisi, halaman-halaman Koran dan situs-situs berita di seluruh dunia. Bahkan sepasang sepatu yang dilemparkan Al Zaidi ke Presiden Bush sudah ada yang menawar Rp 110 miliar, karena dianggap bernilai sejarah yang luar biasa.
Masyarakat Islam dunia bahwa berucap, masih untung Presiden Bush hanya dilempari sepatu, tidak bom atau granat. Karena, selama ini Presiden Bush sudah dianggap sebagai penjahat tirani yang telah membunuh lebih 2 juta rakyat Irak dengan invasi militer yang dilakukannya.
Kasus Al Zaidi (28), wartawan muda Irak, terhadap Bush juga dianggap sebagai refleksi protes kegetiran dan tangis rakyat Irak atas invasi AS. Sepatu Al Zaidi adalah bom yang meluluhlantakkan kegarangan Bush. Dunia Islam belum lupa dengan situs Al Qaeda yang menunjukkan video dan foto dua prajurit AS yang tertangkap gerilyawan Irak dan diperlakukan secara sadis. Mereka mengklaim pembunuhan tersebut sebagai balas dendam atas kebengisan, pembunuhan, dan pemerkosaan pasukan AS di Irak.
Bagi Dunia Islam, tindakan itu justru ‘kado perpisahan yang tepat’ bagi Bush. Ratusan pengacara menawarkan bantuan mewakili Zaidi tanpa bayaran. Bahkan, di Libya, putri Moamer Khaddafi, Aisha, akan memberikan penghargaan berupa medali atas keberanian Zaidi. Sementara kelompok militan Syiah di Lebanon, Hezbollah, menyatakan Zaidi seharusnya diberi penghargaan sebagai pahlawan Irak. Presiden Venezuela Hugo Chavez pun mengaku kagum pada keberanian Zaidi. (inilah.com, Rabu 17/12).
Lemparan sepatu Al Zaidi itu, jelas merupakan tamparan keras bagi seorang presiden Negara adikuasa. Karena itu wajar, Presiden Bush memerintahkan Al Zaidi ditahan di zona hijau di tengah Kota Baghdad, tak jauh dari Kedubes AS dan kantor-kantor pemerintahan, dengan penjagaan super ketat. Saudara laki-lakinya, Durgham Zaidi, seperti dilansir news.com.au, Selasa (16/12) mengatakan, satu lengan dan iga Al Zaidi patah.
Kasus wartawan Irak ini, harus jadi pelajaran bagi semua pemimpin dunia, tak tekecuali Indonesia. Reformasi yang digulirkan dengan pertumpahan darah sekaligus mengorbankan harta dan nyawa, tak banyak membawa perubahan di republik ini. Kesengsaraan rakyat justru makin luas. Korupsi makin menjadi-jadi. Penegak hukum tak lagi ditakuti. Rakyat, uruslah diri sendiri.
Jika pemimpin di Indonesia tetap berpola seperti ini, ketika semua program hanya untuk lips service, dimungkin Al Zaidi-Al Zaidi lain juga akan muncul di Indonesia. Nah, sebelum ini terjadi, para pemimpin mesti introspeksi. Jangan butuh rakyat ketika akan pemilu, pilpres atau pemilihan kepala daerah. Ini akan menumbuhkan antipati.
Rakyat sekarang makin berani. Ketika penjara tak lagi ditakuti dan kematian hanya dinilai sebatas sampai ajal, ini sebuah petaka. Merenung dan berdoalah.
Jangan sampai ada George W Bush- George W Bush lain di Indonesia, sehingga berpotensi pula melahirkan Al Zaidi-Al Zaidi berikutnya. Semoga. (almudazir)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar